Alternatif
Pengukuran Akuntansi
1. General Purchasing Power (Akuntansi Daya Beli
Umum)
General Purchasing Power accounting meliputi semua
sistem yang dirancang untuk menjaga real purchasing power dari modal pemilik
perusahaan dengan akuntansi untuk perubahan dalam tingkat harga. Filosofi utama
adalah melaporkan asset, liabilities, pendapatan, dan expense dalam unit
moneter dan daya beli yang sama. Menurut GPP bagian non keuangan dalam laporan
keuangan dinilai ulang untuk mencerminkan suatu kesamaan daya beli atau common
purchasing power umumnya pada akhir tanggal neraca. Sedangkan untuk laporan
keuangan asset dan liabilities yang berupa aktiva lancar tidak disesuaikan
karena biasanya stabil dalam periode daya beli 31 Desember, namun asset lain,
pendapatan dan biaya harus disesuaikan.
2. Current Value Accounting (Akuntansi Arus Nilai
Saat ini)
CVA meliputi semua system untuk menghitung nilai
sekarang atau perubahan dalam harga khusus mencakup current cost accounting,
replacement accounting, dan current exit price accounting / selling price
accounting. CVA berkaitan dengan naik turunnya nilai asset tertentu bukan
menurunnya daya beli sekarang, income tidak dipertimbangkan.
Ada dua pendekatan utama dalam CVA. Pertama, current
cost/ replacement cost (Biaya Pengganti) yang banyak digunakan dalam asset
nonmoneter yakni asset dinilai pada apa yang dikorbankan untuk menggantikannya.
Kedua, current exit price / selling price / net realiable value (Biaya
Penjualan) menilai asset pada tingkat harga penjualan dikurangi biaya pelengkap
penjualan. CVA berakibat dalam holding gains dan kerugian saat asset non
keuangan dinilai ualng dan lebih kompleks pengelolaannya.
3. Current Value : GPP Accounting
GPP dan CVA digabungkan dalam real value system.
IASB
terhadap Akuntansi untuk Perubahan Harga dan Inflasi
Hal pertama yang ditunjukkan IASC, atau sekarang
disebut IASB mengenai akuntansi inflasi yang muncul pada tahun 1977 di IAS 6,
yaitu Respon Akuntansi pada Perubahan Harga. Pada poin tersebut, tidak ada
standar definitive baik itu di Amerika Serikat atau di Inggris, dan ada
ketidakpastian seperti bagaimana masalah akuntansi inflasi dapat diselesaikan
di dua Negara tersebut.
Standar inflasi yang lebih definitive tidak muncul,
hingga sampai pada tahun 1981 dengan keluarnya IAS 15, yaitu Refleksi Informasi
Dampak Perubahan Harga, yang menggantikan IAS 6. Pada saat itu, FASB telah
mengeluarkan SFAS 33 mengenai Pelaporan Keuangan dan Perubahan Harga.
Tipe-tipe utama informasi berikut ini mereflesikan
dampak-dampak perubahan harga yang direkomendasikan untuk pengungkapan oleh IAS
15 sebagai berikut:
·
Jumlah penyesuaian untuk atau jumlah
penyesuaian penyusutan properti, bangunan dan peralatan.
·
Jumlah penyesuaian untuk atau jumlah
penyesuaian dari harga pokok penjualan.
·
Penyesuaian yang berkaitan dengan
pos-pos keuangan, dampak peminjaman, atau bunga kepemilikan ketika penyesuaian
ini telah dimasukkan ke dalam akun dalam menentukan pendapatan di bawah metode
akuntansi yang diadopsi.
·
Dampak keseluruhan dari hasil atau
pendapatan dari penyesuaian sebagaimana pada pos-pos lainnya yang mereflesikan
dampak perubahan harga yang dilaporkan dibawah metode akuntansi yang diadopsi.
·
Ketika metode biaya sekarang diadopsi,
biaya sekarang untuk property, bangunan, dan peralatan serta persediaan.
·
Metode yang diadopsi untuk menghitung
informasi yang disebut dalam pos-pos sebelumnya, termasuk sifat dari indeks
yang digunakan.
Hal yang membuat IAS 15 penting adalah karena IAS 15
mengenali kebutuhan informasi untuk diungkapkan, mengenai dampak peruabahan
harga dan inflasi, serta memberikan pedoman khusus yang dapat diikuti oleh
berbagai perusahaan untuk memperbaiki kualitas pengungkapan. Fakta bahwa adanya
informasi pokok dari satu Negara ke Negara lainnya bisa berbeda, tentu saja ini
menjadi masalah, tetapi profesi akuntansi jelas tidak bias diseseuaikan dengan
solusi dunia.
Sumber : http://uchiiqu.blogspot.com/2011/03/akuntansi-internasional-untuk-perubahan.html